Salah satu pelopor perjuangan wanita adalah Raden Ajeng Kartini. Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) tokoh tersebut dibahas dalam pokok bahasan Perkembangan Pergerakan Nasional. Perkembangan Pergerakan Nasional adalah materi IPS-Sejarah kelas VIII semester ganjil. Selain dari Buku Sekolah Elektronik (BSE) materi tersebut dapat kita temukan di METRO FILES. Berikut ini adalah cuplikan capture dari tayangan televisi. Pengakuan Kartini pada tayangan tersebut kemudian direkam dan pada halaman ini ditampilkan dalam bentuk tekstual.
Jepara 21 April 1875 pertama kalinya aku melihat dunia. Kedua orang tuaku bernama Raden Mas Sosroningrat dan Mas Ajeng Latifa. Ayahku adalah bupati Jepara. Secara garis keturunan jadilah aku seorang putri bangsawan Jawa berdarah biru. Orang rang di sekitarku biasa memanggilku Kartini. Semakin bertambah umur aku kian mengerti arti menjadi seorang bangsawan. Tapi bagiku menjadi seorang Raden Ayu ternyata harus berhadapan dengan setumpuk peraturan. Aku harus hidup dalam kungkungan tirani feodal. Adab bernama bangsawan Jawa ternyata memiliki garis pemisah yang tegas antara kaum lelaki dan kaum wanita.
“Yu’ kowe saiki wis podo gede-gede (kamu sekarang sudah besar), sedelok maneh kowe mesti dipingit (sebentar lagi kamu dipingit). Tatanen tatakramamu iku (jagalah tata krama) ojo sampek wong iku wong liya menilai kowe negatip (jangan sampai orang lain menilai negatif). Jogonen nama baik keluargamu luwih-luwih wong tuamu (jagalah nama baik keluargamu)”.
Di masaku kaum perempuan yang menginjak remaja harus menjalani masa pingitan. Peraturan yang mengharuskan hawa sepertiku harus menyepi dalam tembok keputren. Gara-gara pingitan itu aku tidak boleh melanjutkan sekolah. Padahal aku sangat ingin tetap bersekolah. Selepas De Yurebflaserschool dengan nilai yang baik kupikir ayah akan mengijinkan aku melanjutkan sekolah ke Eropa atau setidaknya Batavia. Tapi ternyata sebaliknya. Tujuh tahun bersekolah de Yurebflaserschool aku justru menilai sudah mulai dewasa. Sebagai anak perempuan tertua dari sebelas bersaudara memasuki usia 12 tahun aku diwajibkan tinggal di rumah. Aku sempat menolak bahkan teman-teman ayah yang pejabat Eropa suruh membujuk ayah ...
Oleh : Sugeng Arianto, S.Pd.